Wirausaha Online

Wirausaha

Selasa, 22 Maret 2011

Biarkan Cinta Memilih Sendiri Definisinya

Cinta telah menjadi topik yang sangat akrab untuk kehidupan kemanusiaan kita, terutama masa-masa muda kita. Bahkan hampir semua episode hidup kita, pada setiap aktifitasnya, selalu ada bahasan tentang cinta. Namun yang menyedihkan di sini adalah pemaknaan cinta sebagian besar kita adalah sebuah pemaknaan yang salah. Sekarang cinta sering sekali diejawantahkan lewat perilaku jahiliah yang berlumpur dosa. Cinta dipaksakan memakai definisi yang belepotan hawa nafsu, yang membuatnya melenceng jauh dari makna sejatinya. Cinta dipaksakan menjadi alasan pembenaran terhadap banyak sekali kemaksiatan.

Cinta kemudian ditampilkan dalam aktifitas-aktifitas penuh dosa, semacam pacaran, perayaan valentine, pergaulan bebas, bahkan bunuh diri karena cinta, dan pembunuhan serta kekerasan dengan alasan percintaan. Cinta kemudian diungkapkan lewat kata-kata yang seolah manis dan romantis tetapi sesungguhnya menyebarkan bau busuk kesyirikan dan kebodohan. Begitu mudahnya mengatakan “kamu adalah segalanya bagiku”, “demi cintaku kepadamu tidak ada lagi yang kutakuti”, “aku akan senantiasa memujamu”, “if loving you is wrong, I don’t wanna be right”, dan beribu macam kata-kata gombal lainnya, yang pada akhirnya mengarah pada mempertuhankan cinta.

Keadaan di atas pada dasarnya tumbuh karena pemahaman kita yang salah mengenai makna cinta. Karena itu, adalah suatu hal yang penting bagi kita untuk menata ulang pemahaman akan makna cinta yang sesungguhnya. Biarkanlah para pujangga, penyair, dan sastrawan berebut membahasakan cinta, mencari arti, memberi definisi, dan menggali maknanya, tapi cinta sejati akan senantiasa memilih sendiri definisinya, sesuai dengan kemauan Penciptanya, Sang Maha Cinta. Selalu dan selalu.

Cinta pada hakikatnya, harus senantiasa berjalan pada koridor yang sesuai dengan syariat Islam. Dan cinta pun pada akhirnya harus senantiasa tertuju pada Sang Pencipta Cinta, Allah SWT. Karena cinta yang sejati dan abadi hanyalah cinta kepada dan karena Sang Khalik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayim Al Jauziyah bahwasanya cinta akan lenyap dengan lenyapnya sebab. Kaidah ini mengajarkan bahwa sebab adalah nyawa bagi cinta. Jadi, cinta yang abadi memerlukan sebab yang abadi pula. Dan tidak ada satu pun yang abadi selain Allah SWT.

Karena itu, setiap kita menyebut cinta, di situ pula Allah selalu ikut serta di dalamnya. Kepada siapapun atau kepada apapun cinta kita, selalu harus berujung dalam naungan cinta kepada Allah. Kaidah-kaidah yang telah Allah ciptakan selalu senantiasa menjadi panduan dan koridor bagi jalannya cinta. Alasan kita mencintai pun harus karena Allah. Wajib dan tanpa kompromi! Maka bukanlah disebut cinta jika Allah tidak ikut serta di dalam semangat cintanya, apalagi jika aktifitas mencintai itu bertentangan dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan Allah lewat kitab dan rasul-Nya.

Anis Matta dalam bukunya Serial Cinta mengatakan: Kalau cinta berawal dan berakhir karena Allah, maka cinta yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah yang paling hakiki. Selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai.

Yah, cinta kita kepada ayah, ibu, saudara, teman, fakir miskin, anak yatim, orang teraniaya, hanyalah upaya pembuktian untuk menunjukkan cinta hakiki kita kepada Allah. Karena Allah memerintahkan kita mencintai mereka. Dan pembuktian cinta kepada Allah adalah ketaatan kepada syariat-syariat-Nya. Di sinilah esensinya.

Maka sudah sepatutnyalah kita mengoreksi diri kita sendiri, sudah sejalankah pemaknaan cinta kita selama ini dengan hakikat cinta sesungguhnya, sesuaikah dengan ajaran Islam sebagai tatanan yang ditetapkan Allah. Ataukah ternyata apa yang selama ini kita sebut cinta ternyata paradoks dengan sejatinya makna cinta, bertentangan dengan kehendak Allah. Berhati-hatilah dengan cintamu! Karena Rasulullah telah bersabda bahwa seseorang akan bersama dengan yang dicintainya di akhirat nanti. Tentu kita ingin bersama dengan Allah dan Rasul-Nya di Jannah nanti kan? Maka cintailah Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kita kepada siapapun dan apapun. Tidak ada lagi alasan untuk mencari cinta yang lain, kecuali jika ingin merasakan oven raksasa bernama neraka.

Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya!” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Q.S At taubah :24).

Maka sekarang adalah saatnya untuk berubah. Jangan lagi kita membiarkan cinta-cinta imitasi mengakrabi kehidupan kita. Jangan sampai di penghujung kesadaran kita, saat kita menyadari betapa kita telah jauh melenceng dalam memaknai cinta, dan betapa buruk akibat yang kita alami karenanya, kita bergumam menyesali diri, layaknya Pat Kai dalam serial Kera Sakti: ”Sejak dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir” Na’udzubillah min dzalik.

Maka marilah sekarang kita sambut kedatangan cinta hakiki itu, cinta kepada dan karena Allah. Lalu biarkanlah ia menyelimutimu mesra dengan pelukan hangat kesejatian cinta. Kemudian biarkanlah ia meresap masuk mengakar dalam tiap jengkal jiwa kita, melahirkan kekokohan batang kepribadian, menumbuhkan kelopak-kelopak harapan, dan meniupkan kuncupnya hingga mekar menjadi bunga.

Maka biarkanlah cinta itu mewujud mengejawantah dalam bibir yang basah dengan dzikir, dengan lutut yang gemetar berdiri dalam keheningan malam, dalam tetes peluh dan darah memperjuangkan agama-Nya, dalam tangis kerinduan pada sujud-sujud panjang tak berpenghabisan, pada senyum tulus anak-anak yatim ketika kita mengecup dan membelai rambutnya. Dan biarlah cinta itu kini terbang memanjat langit ketinggian, meninggalkan nafsu binatang tenggelam dalam lumpur kehinaan. Lalu biarlah Allah saja yang menyesaki setiap inchi ruangan cinta di hati kita, meninggalkan cinta-cinta palsu terbungkus rapat di tempat sampah penuh karat.


–aditya putra priyahita–

Tidak ada komentar:

Posting Komentar